JawaPos.com- Kota Bandar Lampung tak lagi riuh. Jalanan ibu kota di Provinsi Sumatera Selatan itu tak lagi berpadat-padat. Sebab, Sabtu (25/12) praktis ribuan muktamirin beserta para penggembira sudah pulang. Kembali ke wilayah masing-masing. Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) telah usai.
Prof M. Nuh, ketua Stering Comitte Muktamar Ke-34 NU di Lampung, pun mengaku lega. Bahkan, seusai memimpin pleno pemilihan ketua umum PBNU, mantan menteri itupun tidak kuat membendung bulir-bulir air matanya. Guru besar itu terisak. Menangis. Saat wartawan mewancarainya, Jumat (24/12).
‘’Selamat untuk Gus Yahya (KH Yahya Cholil Staquf, Red) telah terpilihnya menjadi ketua umum PBNU. Mudah-mudahan beliau dapat membawa NU ke depan menjadi lebih dan lebih baik,’’ ujar mantan rektor ITS Surabaya itu.
Di muktamar NU kali ini, Nuh memang satu di antara panitia yang supersibuk. Jauh-jauh hari sejak persiapan. Di usianya yang tidak lagi muda, selama muktamar berlangsung, praktis dia juga tidak tidur beberapa hari. Kalaupun bisa terlelap pasti tidaklah jenak.
Tetap terisak saat menyampaikan ucapan terima kasih juga buat Prof KH Said Aqil Siraj. Yang sejak muktamar ke-31 di Makassar pada 2010 menjadi ketua umum PBNU menggantikan KH Hasyim Muzadi. ‘’Terima kasih pada Kiai Said. Mudah-mudahan dapat menjadi teladan bagi kita atas semua kontribusnya selama menjadi ketua umum PBNU,’’ katanya.
Lepas siapapun Rais Aam dan ketua tanfidziyah sesuai pilihan muktamirin, Nuh dan para panitia lain serta seluruh warga Nahdliyin memang bersyukur. Pelaksanaan muktamar di Lampung berjalan realtif kondusif. Jika sempat ada riak-riak selama proses pleno, masih sangat wajar. Bagian dinamika yang sama-sama memiliki tujuan baik.
Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin juga mengapresiasi gawe lima tahunan di NU tersebut. Ketegangan-ketegangan selam proses menuju muktamar yang dikhawatirkan makin memanas, sama sekali tidak terjadi. ‘’Ini karena NU organisasi yang bepengalaman dan dikendalikan oleh pilot-pilot yang handal sehingga situasi segawat apapun dapat diatasi dengan akhir yang menyenangkan,’’ ujarnya saat menutup muktamar.
Bersyukur pula, karena muktamar yang dihelat di masa pandemi Covid-19, tidak menjadi klaster. Beberapa kali test antigen maupun PCR terhadap para muktamirin oleh tim kesehatan dari Pemkot Lampung, hasilnya semua juga negatif. Memang, pelaksanaan menuju ruang-ruang pelaksanaan muktamar, terbilang protokol kesehatan dengan ketat.
Muktamar ke-34 telah selesai. Ribuan peserta dan penggembira juga telah pulang. Mereka membawa kesan. Juga, oleh-oleh berupa pernak-pernik muktamar. Terutama kaus bergambar logo dan tulisan muktamar. Barang yang selalu menjadi serbuan setiap kali hajatan itu tergelar. Laris manis. Di semua tempat stan-stan pameran.
Pameran UMKM di Lapangan Saburai, misalnya. Saking larisnya penjualan kaus muktamar, pedagang sampai membawa sablon dan hairdriyer ke stannya. Cetak di tempat dan langsung dikeringkan dengan pemanas rambut itu. Tidak hanya itu. Lantaran stok kaus polos kosong, kaus bergambar Kakbah dan bendera Arab Saudi pun disablon muktamar NU.
Kendati begitu, kaus yang dibanderol seharga Rp 65 ribu tetap saja laris manis. Pembeli berduyun-duyun. Bahkan, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Ahmad Nawardi pun ikut antre membeli kaus unik itu. Depan bergambar Kakbah dan belakang bergambar muktamar itu. ‘’Yang mahal itu bukan harganya, tapi nilai kausnya ini,’’ katanya.
Selain di Lapangan Saburai, pedagang di kampus Univesitas Lampung (Unila) juga demikian. Kaus-kaus bergambar muktamar ludes sejak hari pertama. Subhan, salah pedagang kaus muktamar pun tersenyum. Dia beberapa kali mengucap syukur. ‘’Alhamdulillas. Laris sekali. Bisa buat membeli sepeda anak,’’ ujarnya kepada Jawa Pos.
Bukan hanya senyum Subhan yang mengembang. Tapi, ada begitu banyak pedagang, UMKM, dan pelaku usaha lain mendapat berkah. Muktamar di Bandar Lampung telah selesai. Dendang syair Ya Lal Wathon tidak lagi terdengar di setiap perempatan lampu merah kota itu. Baliho, reklame, spanduk hingga karangan bunga tidak lagi terpajang. Tinggal meninggalkan jejak sejarahnya.
Muktamar NU masih lima tahun lagi. Entah di mana dan bagaimana lagi. Yang pasti, tentu hanya warga NU yang menunggu. Bangsa Indonesia menunggu kerja, kerja, kerja pengurus PBNU baru di bawah kepemimpinan Rais Aam KH Miftachul Akhyar dan Gus Yahya, menuju kemandirian dalam berkhidmat untuk peradaban dunia.