JawaPos.com- Keputusan PBNU yang telah menetapkan muktamar ke-34 di Lampung tetap digelar pada 23-25 Desember, sangguh melegakan. Terutama bagi anggota jamiyah di akar rumput. Dengan kesepakatan tersebut,  muktamirin tinggal memilih pemimpin terbaiknya. Yang tidak kalah penting, menyusun program-program kemaslahatan.

Pernyataan itu disampaikan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Provinsi Jatim Ahmad Nawardi. ‘’Alhamdulillah, sebagai warga NU, tentu saya ikut bersyukur atas kesepakatan itu. Betul, tradisi di NU itu sepertinya gegeran, namun akhirnya ger-geran,’’ ungkap pria alumnus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya itu, Rabu (8/12).

Laki-laki kelahiran Madura itu menyatakan, sejak awal pihaknya meyakini ketegangan menjelang muktamar ke-34 itu akan berakhir happy ending. Sebab, dia mengikuti perjalanan muktamar NU sudah cukup lama. Saat masih berprofesi sebagai wartawan Tempo, dia pun meliput langsung gawe lima tahunan itu di Solo pada 2004.

‘’Sama, juga ada ketegangan-ketegangan. Bahkan, menurut saya, mungkin lebih tegang. Waktu muktamar Solo itu masih ada Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid, Red). Demikian juga di Makassar dan Jombang, Alhamdulillah, NU tetap baik-baik saja. Bahkan, selalu ada hikmah luar biasa,’’ ujar mantan ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jatim itu.

Jika ditarik jauh ke pelaksanaan muktamar sebelumnya, baik masa Orde Lama atau Orde Baru, lanjut dia, juga tidak jauh beda. Selalu ada dinamika. Maklum, NU merupakan ormas Islam terbesar. ‘’Tapi, yakinlah perbedaan ulama itu adalah rahmat,’’ tegasnya.

Soal siapa sosok ketua umum PBNU ke depan, Nawardi menyatakan bahwa NU memiliki sangat banyak kader yang mumpuni. Baik dari kalangan pesantren atau bukan. Nah, Prof KH Said Aqil Siradj dan KH Yahya Cholif Staquf hanya sedikit di antara kader-kader terbaik di NU. ‘’Yakin, setiap babakan zaman, pasti NU ada tokoh-tokoh atau orangnya. Jadi, saya kira tidak perlu khawatir. Pasti yang dipilih muktamirin itu yang terbaik di antara yang terbaik,’’ paparnya.

Karena itu, Nawardi ikut menyarankan dialog-dialog di muktamar nanti lebih banyak diarahkan ke program-program kebangsaan, keumatan dan kemaslahatan. Kebangsaan tentu semakin meneguhkan kembali tentang Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945 adalah harga mati. Dengan berprinsip moderat (tawasuth), toleransi (tasamuh), dan tidak berlebihan (tawazun).

‘’Dunia cyber telah berkembang begitu cepat. Melalui dunia itu juga kerap dimanfaatkan pihak tertentu untuk merusah ideologi. Baik liberal maupun radikal. Nah, NU harus hadir dan makin masif di dunia teknologi digital itu,’’ harap kader IKA-PMII Jawa Timur itu.

Di lain pihak, Nawardi juga mendorong program-program kemaslahatan makin dirasakan manfaatnya oleh anggota jamiyah. Sebut saja, terus memperbanyak pembangunan rumah sakit, badan usaha hingga perguruan tinggi NU. ‘’Seperti di PWNU Jatim ada program lima gerakan. Data base, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan literasi. Nah, kita tentu sangat mengapresiasi program demikian itu,’’ pungkasnya.