Kasus kematian Novia Widyasari mengagetkan publik. Banyak pihak menyebut kejadian itu sebagai fenomena gunung es. Lantas, apa, mengapa, dan bagaimana fenomena bunuh diri itu sampai terjadi? Berikut wawancara JawaPos.com dengan Dr Tience Debora Valentina MA, psikolog, dosen Prodi Psikologi FK Universitas Udayana, penulis buku Memahami Perilaku Bunuh Diri Remaja.

Apakah selama pandemi ada data kasus bunuh diri meningkat? Baik regional atau global?

Pandemi Covid-19 memang menjadi sumber tekanan atau kecemasan. Karena PHK, terlalu lama berada di rumah dampak pembatasan aktivitas masyakakat, isolasi di RS atau tempat isolasi lainnya, kematian anggota keluarga akibat Covid-19, dan lain-lain. Bahkan, diduga dapat menyebabkan depresi. Nah, situasi ini awalnya sangat ditakutkan oleh banyak pihak bahwa hal tersebut dapat meningkatkan kasus bunuh diri.

Namun, penelitian empiris menemukan bahwa tidak ada peningkatan jumlah kasus bunuh diri yang diakibatkan oleh pandemik Covid-19 di seluruh dunia, pada negara berkembang maupun negara maju.

Kalau melihat tren atau potensi, ke depan bagaimana?

Jadi tren kasus bunuh diri tetap tinggi, sama seperti sebelum Pandemi Covid-19. Namun, pandemi Cvvid-19 tidak ditemukan sebagai penyebab tingginya kasus bunuh diri selama pandemi Covid-19. Berdasarkan Statistik Potensi Desa Indonesia dan Data Penduduk Indonesia tahun 2014, rata-rata kejadian bunuh diri di Indonesia adalah 1,6 untuk setiap 100.000 penduduk atau sebanyak 4.002 orang. Angka kejadian bunuh diri di Indonesia berdasarkan Statistik Potensi Desa Indonesia tahun 2018 sebanyak 4.560. Artinya, kasus bunuh diri di Indonesia, trennya memang mengalami peningkatan, dan memiliki kemungkinan terus meningkat. Namun, tidak disebabkan karena pandemi Covid-19.

 Bisa dijelaskan faktor pemicu yang membuat seseorang sampai bunuh diri?

Perilaku bunuh diri, tidak terjadi karena satu faktor tunggal, tapi pada umumnya terjadi karena banyak faktor, seperti ada faktor relasional. Misalnya, karena berkonflik dengan seseorang. Ada karena faktor gangguan psikiatris misalnya seseorang dengan gangguan bipolar atau borderline atau gangguan depresi.

Bisa juga karena pengalaman traumatis di masa lalu seperti mengalami kekerasan seksual, perundungan, yang kemudian dapat membuat seseorang menganggap dirinya tidak dicintai, tidak berharga, merasa hidupnya tidak berguna, sehingga orang tersebut bunuh diri.

Lalu, apa yang membentuk seseorang ketika dalam tekanan luar biasa sampai sempat ingin bunuh diri, tetapi pada akhirnya bisa keluar dari tekanan itu?

Seperti saya jelaskan sebelumnya, bahwa perilaku bunuh diri tidak terjadi karena faktor tungga, tapi karena ada beragam faktor, yang itu bisa dari dalam diri orang tersebut seperti karakter kepribadian, gangguan psikiatris, mengalami sakit menahun yang tidak sembuh, maupun karena faktor eksternal, yaitu relasi yang berkonflik dengan orang lain, tuntutan-tuntutan dalam keluarga atau lingkungan pekerjaan, kehilangan orang yang dicintai, dan lain sebagainya.

Maka, untuk mencegah perilaku bunuh diri juga sebaiknya dengan penguatan karakter dan dukungan dari lingkungan. Penguatan karakter seperti usaha seseorang untuk mencari makna atau meaning atas peristiwa yang dialami.

Bisa diberikan contoh riil tentang pemaknaan atau meaning itu?

Misalnya, seorang ayah dari 3 anak yang di PHK sejak pandemi, dia mencari makna bahwa mungkin saat ini waktunya untuk berwirausaha dan tidak bergantung pada satu perusahaan manapun, maka ayah tersebut akan berusaha membangun kreatifitas mencari altenatif usaha yang dapat dilakukannya untuk menghasilkan uang demi kebutuhan keluarganya.

Jadi, penemuan makna atas suatu kejadian merupakan hal yang penting. Dengan cara demikian, bapak tersebut juga sebenarnya sedang menunjukkan bahwa ia seorang yang resilien atau tangguh, dapat bangkit meskipun menghadapi tekanan yang besar.

Bagaimana dengan individu yang memang memiliki kerentanan?

Termasuk juga individu-individu yang rentan, seperti individu dengan gangguan bipolar, borderline, depresif, mereka ini dapat mencari makna atas setiap peristiwa yang dialami, dapat belajar membangun ketangguhan, dan ketika dorongan bunuh diri muncul, sebaiknya tidak sendirian namun mencari atau menghubungi seseorang yang dapat menolongnya, mendengarkan ceritanya, bahkan menemaninya sehingga keinginan bunuh dirinya dapat terdistraksi atau teralihkan ke hal lain.

Adakah media juga memiliki peranan dalam fenomena ini?

Faktor lingkungan juga sangat berperan penting. Nah, media dapat memberikan edukasi tentang apa itu kesehatan mental, bagaimana membangun kesehatan mental yang baik atau membangun mental yang tangguh, bagaimana menurunkan stigma terhadap orang dengan gangguan mental, menurunkan stigma terhadap orang dengan permasalahan-permasalahan psikologis tertentu.

Lantas di mana fungsi dan peran keluarga?

Keluarga sebagai lingkungan terdekat bagi seorang individu juga didorong untuk mengekspresikan penerimaan dan dukungan terhadap anggota keluarganya yang mungkin sedang menghadapi masalah, atau anggota keluarga dengan gangguan mental tertentu seperti gangguan borderline atau bipolar, sebagaimana yang saya sebutkan sebelumnya dapat menjadi faktor risiko bunuh diri.

Bagaimana dengan pengaruh lingkungan social terhadap fenomena ini?

Lingkungan masyarakat seperti sekolah, pertemuan-pertemuan di tingkat RT atau RW, rumah-rumah ibadah, juga merupakan kelompok yang penting, yang dapat mencegah terjadinya bunuh diri, dengan memahami dan memberikan edukasi tentang apa itu gangguan mental, menghapus stigma pada orang dengan gangguan mental, memberikan dukungan emosional, sosial, atau bahkan material kepada orang di lingkungannya yang membutuhkan. Jadi, semua orang tanpa terkecuali dapat berkontribusi untuk mencegah terjadinya bunuh diri.

Kalau mungkin disederhanakan, di antara faktor seperti disebutkan sebelumnya itu, kira-kira apa yang paling dominan?

Tidak ada faktor yang dominan untuk mencegah bunuh diri seseorang. Namun, semua upaya perlu dilakukan oleh semua pihak. Karena kita tidak tahu, cara yang mana yang paling efektif, atau siapa yang paling efektif melakukannya. Yang pasti, kita secara aktif berperan serta untuk mencegah bunuh diri.

Tips singkat ketika seseorang dalam tekanan luar biasa sampai ada ada hasrat ingin bunuh diri?

Singkatnya, pada individu yang memang rentan, orang dengan gangguan bipolar, borderline, depresi, atau individu dengan gangguan mental tertentu sangat disarankan untuk mencari bantuan dari orang terdekat, yang dapat mendengarkan cerita atau keluh kesahnya, mengalihkan pikirannya kepada hal lain, mencari aktivitas positif agar menemukan makna dari suatu situasi dan membangun perasaan berharga. Bahkan, sangat disarankan untuk mencari profesional seperti psikolog atau psikiater. (*)