JawaPos.com – Keberangkatan pekerja migran Indonesia (PMI) secara ilegal masih menjadi pekerjaan rumah Pemprov Nusa Tenggara Barat (NTB). Berbagai upaya dilakukan untuk menekannya, termasuk menjalin MoU (memorandum of understanding) dengan kabupaten/kota terkait perlindungan PMI.
Hanya, seperti dilansir Lombok Post, sampai saat ini kesepakatan itu baru sebatas di atas kertas. Belum mampu membendung keberangkatan warga NTB untuk bekerja ke luar negeri secara ilegal.
Cerita pilu mereka yang meninggal saat hendak memasuki Malaysia bahkan terjadi hanya dalam rentang waktu dua pekan Desember tahun ini. Pada Sabtu (4/12) dua pekan lalu, tiga jenazah PMI asal NTB ditemukan terdampar di perairan timur Semenanjung sekitar Mersing dan Tanjung Bedil, Johor. Seluruhnya berasal dari Lombok Tengah.
Mereka menumpang kapal laut dari sekitar perairan Kepulauan Riau. Kemudian, 500 meter sebelum garis pantai, seluruh penumpang dipaksa terjun dan berenang menuju pantai. Ketiga korban tersebut meninggal diduga kelelahan dan tidak mampu berenang.
Kemudian, Rabu (15/12), kapal yang membawa sekitar 50 WNI yang oleh pihak Malaysia disebut berasal dari Lombok karam di perairan Johor. Korban meninggal berjatuhan dan sebagian lainnya belum ditemukan.
Wakil Gubernur NTB Hj Sitti Rohmi Djalilah mengatakan, hampir 90 persen PMI yang menjadi korban kekerasan atau bahkan hingga meninggal dunia berangkat secara tidak prosedural. ”Makanya, tidak boleh lagi ke depan begini. Berangkat unprocedural,” kata Rohmi.
MoU provinsi dengan kabupaten/kota diharapkan bisa menggerakkan aparatur desa maupun dusun untuk lebih proaktif. Memberikan pelindungan kepada warga desa yang ingin menjadi PMI. ”Bahkan, Kadus atau Kades akan dapat sanksi, kalau ada palsukan data,” tegasnya.
Sejauh ini, Malaysia masih menutup pintu untuk pekerja. Namun, masih banyak PMI, terutama dari NTB, yang mencoba masuk.