JawaPos.com – Pemerintah dalam hal ini Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, pembangunan proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara tidak menggunakan Pemulihan Ekonomi nasional (PEN). Nantinya, akan menggunakan alokasi anggaran dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang diperkirakan menelan biaya sebesar Rp 45 triliun untuk fase pertama.

’’Anggarannya ada di PUPR. Diperkirakan fase pertama dibutuhkan dana Rp 45 triliun. Namun secara bertahap, tergantung kebutuhan dan progres,” ujarnya dalam dalam konferensi pers secara virtual, Senin (24/1).

Airlangga memaparkan, alokasi anggaran untuk Program PEN pada tahun ini sebesar Rp 451,64 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk tiga klaster, di antaranya kesehatan sebesar Rp 125,97 triliun dan perlindungan sosial sebesar Rp 150,8 triliun.  Serta, untuk penguatan ekonomi sebesar Rp 174,87 triliun terkait infrastruktur, ketahanan pangan, teknologi informasi dan komunikasi, UMKM, PMN, dan insentif perpajakan. ’’Program PEN sekarang tidak ada tema untuk IKN,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan, anggaran pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) 2022 akan berasal dari dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mencapai Rp 178,3 triliun. Anggaran program PEN tahun 2022 sendiri mencapai Rp 455,62 triliun.

Meskipun pembangunan Ibu Kota Negara masuk dalam bagian program pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun ini, Sri Mulyani menegaskan, pemerintah tidak mengesampingkan penanganan pandemi Covid-19 yang masih berlangsung dan ditengah ancaman varian Omicron.

“Dua hal ini tetap akan jadi utama, tetapi dalam pembangunan IKN dalam momentum awalnya dapat dikategorikan sebagai proses pemulihan ekonomi,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (18/1).

Nantinya, kata Sri Mulyani, anggaran tersebut dapat digunakan untuk pemenuhan desain kebutuhan awal IKN, seperti pemenuhan akses dan infrastruktur. Hal tersebut yang mendasari keyakinannya bahwa pembangunan Ibu Kota Negara dapat menjadi bagian dari pemulihan ekonomi.

“Jadi di Rp 178 triliun ini kita akan lihat kesiapan kementerian lembaganya, kemampuan untuk eksekusinya, dan dampak ekonominya yang paling optimal sehingga kita berikan prioritas untuk bisa gunakan Rp 178 triliun,” ungkapnya. (*)