JawaPos.com – Pihak kepolisian telah menetapkan Bahar bin Smith sebagai tersangka. Adapun, tersangka tersebut diduga mengucapkan kalimat yang mengandung ujaran kebencian dan unsur kebohongan publik.

Terkait hal itu, Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi menuturkan bahwa siapa pun yang bersalah harus bertanggung jawab di depan hukum. Proses penegakkan hukum yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilaksanakan demi tegaknya keadilan dan terjaminnya rasa keadilan ditengah masyarakat.

“SKB Untuk hal tersebut saya mendukung langkah penegakan hukum oleh pihak kepolisian dan saya yakin polisi bekerja secara profesional, transparan dan menjunjung tinggi asas keadilan dan praduga tidak bersalah,” jelas dia dalam keterangannya, Rabu (5/1).

Belajar dari kasus itu, dirinya mengimbau kepada para penceramah agama atau pendakwah dan tokoh agama untuk menjadikan mimbar ceramah sebagai ruang edukasi publik yang mencerahkan dan inspiratif. Bukan malah membuat ucapan yang kontroversi.

“Setiap tokoh agama, ulama, habib dan penceramah agama mengemban tugas mulia sebagai pewaris para nabi (waratsatul ambiya) untuk melaksanakan tugas mulia amar ma’ruf nahi munkar, yakni mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran,” kata dia.

Wamenag mengatakan, terdapat pemahaman yang salah pada tugas dakwah, orang sering memahami tugas mulia tersebut secara keliru, seakan-akan kalau mengajak kebaikan itu dengan cara yang lemah lembut sedangkan kalau mencegah kemungkaran itu harus dengan cara yang keras dan kasar.

Menurutnya, pemahaman seperti itu adalah keliru dan tidak dibenarkan menurut agama. Baik amar ma’ruf maupun nahi munkar harus dilaksanakan dengan cara-cara yang baik, santun, berakhlak mulia dan tidak melanggar hukum dan norma susila.

“Tidak boleh atas nama mencegah kemungkaran (nahi munkar) dengan kata-kata yang kasar, menebarkan ujaran kebencian, hoaks, fitnah, adu domba dan teror atau ancaman yang membuat ketakutan pihak lain,” jelas Zainut.

Para penceramah agama hendaknya dalam berdakwah dengan cara-cara yang hikmah, yaitu dengan penuh kebijaksanaan, mauidhah hasanah dengan pesan-pesan yang baik dan mujadalah hasanah, yakni berdiskusi atau bertukar pikiran dengan cara yang santun dan bijak.

“Saya kira ketiga hal tersebut bersifat umum atau universal yang semua penceramah agama sudah sangat memahaminya, hanya tinggal penerapannya saja yang dibutuhkan kesadaran dan tanggung jawab,” papar dia. (*)