JawaPos.com – Pengurus Harian Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammad Makmun Rasyid mengatakan bahwa BNPT tidak sedang menstigmasisasi pondok pesantren.
Sebagai lembaga yang memiliki misi dalam penanganan krisis secara cepat dan tepat dalam meminimalisasi dampak dari tindak pidana terorisme, maka hasil temuan yang didapatkan agar dijadikan bentuk kewaspadaan bagi masyarakat.
“Saya melihat pernyataan BNPT ini merupakan rangkaian dari penjelasannya saat rapat di DPR. Semuanya disiarkan secara terbuka. Jika kita melihat secara utuh, maka BNPT sedang tidak menstigmasisasi pondok pesantren sebagai tempat yang memproduksi, tetapi hasil temuan mereka bahwa ada kelompok teroris yang berlindung dibalik istilah dan kesakralan pondok pesantren untuk program-program rekruitmen dan penguatan ideologi,” ujar Makmun Rasyid kepada wartawan, Jumat (27/1).
Kelompok teroris dan ideolog-ideolog kelompok radikal-terorisme dalam kajian pergerakannya memang sengaja menggunakan istilah-istilah baku dan sakral seperti kotak amal, pondok pesantren, kajian bulanan dan sejenisnya.
“Bukti pernyataan BNPT tidak sedang menstigma itu kan bisa kita lihat dari jumlah pesantren, 68 pesantren yang terafiliasi atau di dalamnya terdapat orang-orang yang terafiliasi dengan Jamaah Islamiyah dan 119 pesantren yang terafiliasi jaringan teroris,” katanya.
Pesantren di Indonesia ini sekitar 26 ribuan yang terdata di Kementerian Agama. Di mana pelajaran utama pesantren dari dulu untuk mendidik siswa-siswi untuk taat dalam beragama, cinta NKRI dan nasionalisme.
“Saya membaca semua pernyataan yang dikeluarkan BNPT soal pesantren ini. Saya tidak melihat adanya generalisasi, misalnya mengatakan ‘pesantren di Indonesia ini berjejaring dengan kelompok teroris’ atau lainnya. Angka yang disebutkan menunjukkan secara jelas bahwa dari ribuan pondok pesantren di Indonesia, ada sebagian yang berjejaring atau terafiliasi dengan kelompok terlarang,” tambahnya.
Makmun menambahkan, memang ada pernyataan yang dikeluarkan dengan tidak sempurna seperti cara menetapkan atau menetapkan bahwa pesantren yang didata ada yang berjejaring atau terlibat kelompok radikal-teroris.
“Memang ada ketidaksempurnaan dalam membuka data. Jadi para pihak bukan menyoal keresahan yang akan ditimbulkan, itu tidak relevan. Secara akademik kita bisa mempertanyakan metode penetapannya. Dan urusan ini, hanya pihak BNPT yang bisa menjelaskannya sebagai kelanjutan dari pernyataan-pernyataan sebelumnya,” pungkasnya.
Diketahui, BNPT mencatat sedikitnya 198 pondok pesantren terafiliasi dengan sejumlah organisasi teroris, baik dalam dan luar negeri termasuk ISIS. Hal itu disampaikan Kepala BNPT, Komjen Boy Rafli Amar dalam rapat dengan Komisi III DPR, Selasa (25/1). Namun, Boy tak mengungkap lebih lanjut terkait identitas atau nama pesantren yang dimaksud.
“Kami menghimpun Ponpes yang kami duga terafiliasi dan tentunya ini juga merupakan bagian upaya-upaya dalam konteks intel pencegahan yang kami laksanakan di lapangan,” kata Komjen Boy.
BNPT mencatat, dari total 198 pesantren tersebut, 11 di antaranya terafiliasi dengan jaringan organisasi teroris Jamaah Ansharut Khilafah (JAK), 68 pesantren terafiliasi dengan Jemaah Islamiyah (JI), dan 119 terafiliasi dengan Ansharut Daulah atau simpatisan ISIS. (*)