JawaPos.com – Sejak ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai Variant of Concern (WHO) pada November 2021 pasca pertama kali ditemukan di Afrika Selatan, gelombang Omicron saat ini sudah menyebar di lebih dari 140 negara. Di Indonesia, lonjakan Covid-19 saat ini memicu hampir 300 ribu kasus aktif per Kamis (10/2).

Artinya jumlah pasien yang masih membutuhkan perawatan baik gejala ringan, sedang, atau berat yakni sebanyak itu. Hal itu disebabkan varian Omicron lebih cepat menular dibanding varian Delta meski gejalanya lebih ringan daripada varian Delta.

Karena cepatnya penularan, gelombang Covid-19 ketiga di Indonesia diyakini sudah dikuasai oleh gelombang varian Omicron. Menurut data GISAID via CoVariants.org, berdasarkan pelacakan varian di Indonesia, saat ini sudah 99 persen hasil tes metode Whole Genome Sequencing (WGS) lewat tes PCR dikuasai oleh varian Omicron.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menegaskan dengan masifnya penularan Omicron membuat varian Delta kalah bersaing. Delta sulit mendapatkan mangsa atau inang baru, sudah diburu oleh Omicron.

“Karena karakter dari Omicron ini jauh lebih cepat menular. Delta kalah bersaing. Delta tak dapat mangsa. Apalagi dari sisi WGS saat ini 99 persen Indonesia variannya adalah Omicron. Sehingga potensi yang paling dominan bisa dibilang Indonesia sudah mengalami gelombang Omicron, Delta lewat,” kata Dicku kepada JawaPos.com, Kamis (10/2).

“Ingat Omicron ini kurang lebih November baru dijadikan VOC, tapi dampaknya luar biasa, sudah 140 negara dan selalu pecah rekor. Menyebabkan gelombang infeksi di berbagai negara. Selain jangan main-main dengan Omicron, potensinya menjadi serupa atau mendekati gelombang Delta itu tetap ada. Walaupun itu potensinya moderat,” kata Dicky.

Begitu juga khususnya di DKI Jakarta, Dicky meyakini bahwa varian Omicron sudah 99 persen menjadi varian dominan di sana. Maka siapapun yang dirawat di RS, kata Dicky, sudah hampir pasti mereka tertular varian Omicron.

“Sekarang semua varian sudah Omicron, ini gelombang omicron. Pasien di hunian di RS ya itu Omicron, Delta sudah kalah,” tegasnya.

Dicky juga menegaskan, meskipun varian Omicron disebut lebih ringan daripada Delta, namun tetap dapat memicu kondisi sedang dan berat. Hal itu tergantung kepada bagaimana mitigasi serta status imun atau vaksinasi seseorang. Tapi bukan berarti tak bisa dirawat, itu tergantung bagaimana imunitasnya, status vaksinasinya, dan juga bagaimana kekuatan 3T dan 5M-nya.

“Meski memang pasien yang dirawat adalah setengah kapasitas dari ICU dan rumah sakit separuh dari Delta, tapi tetap masih ada yang rawan yakni anak dan lansia, dan mereka yang belum dibooster atau vaksinasi dosis lengkap. Angka kematiannya bisa tinggi. Sekali lagi tergantung pada mitigasinya,” tutur Dicky.

Tak seperti saat gelombang Delta di mana RS kewalahan, angka kematian tak terbendung mencapai 2 ribu jiwa sehari, kini saat gelombang Omicron membuktikan ketersediaan tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) masih terkendali. Hingga Rabu (9/2) pukul 16.30 WIB, total pasien dirawat di rumah sakit nasional mencapai 26,3 persen.

Sampai sejauh ini pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit masih terkendali dibanding kenaikan kasus harian yang naik menjadi 46.843 hari ini. Di hari yang sama, Selasa (8/2), DKI Jakarta mencatat penurunan kasus konfirmasi menjadi 11.808 dibandingkan jumlah konfirmasi sebelumnya yang pernah melewati puncak Delta 15.825 (6/2).

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, meskipun jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit masih terkendali, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terus memperkuat fasilitas layanan kesehatan agar lebih optimal menghadapi kenaikan kasus yang diperkirakan akan terus terjadi 2-3 minggu ke depan.

“Fasilitas layanan kesehatan menjadi krusial di masa kenaikan kasus demi meminimalisir risiko terberat yang dihadapi pasien Covid-19 utamanya yang menderita gejala sedang, berat, kritis, dan pasien dengan komorbid serta belum divaksinasi,” ujar Siti Nadia.

Beda Puncak Delta dan Omicron

Melihat data tersebut, sangat efektif apabila pelayanan di rumah sakit difokuskan untuk merawat pasien dengan kondisi yang paling membutuhkan. Harapannya, dengan makin banyak pasien kritis yang bisa ditangani dan terselamatkan maka rasio kematian akan bisa ditekan hingga seminimal mungkin.

Diketahui pula bahwa gejala Omicron sebagian besar relatif lebih ringan dari gejala varian Delta sebelumnya. Kemungkinan besar menurut diagnosa para ahli memperkirakan karena vaksinasi di Indonesia sudah cukup tinggi.

“Vaksinasi memberikan manfaat besar untuk mencegah pasien dirawat di rumah sakit dengan gejala sedang sampai berat. Melengkapi vaksinasi Covid-19 memiliki sisi positif yang jauh lebih besar dan bermanfaat bagi masyarakat,” kata Nadia.

Kondisi beberapa wilayah di Pulau Jawa-Bali saat ini terus dipantau mengingat Jawa-Bali menjadi klaster awal lonjakan kasus nasional yang terdampak paling tinggi. Gambaran terkini data konfirmasi kasus Omicron menunjukkan sudah melebihi puncak gelombang kasus Delta di beberapa daerah, seperti DKI Jakarta, Banten, dan Bali.

Kendati begitu, jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit belum menyamai puncak kasus Delta Juli-Agustus 2021 lalu. Dengan menjaga fasilitas layanan kesehatan bisa tetap berjalan optimal di masa lonjakan kasus, pemerintah meyakini mampu memberikan layanan bagi pasien yang membutuhkan.

Per 6 Februari 2022, DKI Jakarta mengkonfirmasi 15.825 kasus baru, melebihi puncak kasus Delta yang mencapai 14.619 kasus. Kendati demikian, pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit karena Omicron berjumlah 9.364, atau setengah dari 18.824 pasien yang dirawat di puncak kasus Delta 2021 lalu.

Begitu juga dengan Banten yang mencatat konfirmasi 4.885 kasus per 6 Februari 2022, lebih tinggi dari kasus Delta yaitu 3.994 kasus. Namun, pasien yang dirawat di RS berjumlah 966 orang, jauh lebih rendah dibanding pasien yang dirawat di puncak gelombang Delta, yaitu 4.268 orang. Masih di periode yang sama, kasus konfirmasi di Bali sebanyak 2.031, sedikit lebih tinggi dari puncak Delta yaitu 1.910 kasus. Namun, pasien yang dirawat sebanyak 948 orang, jauh lebih sedikit dari puncak Delta yaitu 2.263 kasus.

“Masyarakat diharapkan agar tidak menjadikan kasus konfirmasi sebagai patokan, karena perawatan pasien di rumah sakit menjadi poin penting yang menjadi fokus saat ini. Meski kasus di beberapa daerah lebih tinggi dari Delta, pelayanan pasien rumah sakit harus tetap kondusif dan hanya untuk pasien sedang, berat, dan kritis,” tutup Nadia.