JawaPos.com – Barisan mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tergabung dalam IM 57+ Institute mengomentari Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Kepegawaian KPK. Perkom 1/2022 itu belakangan menuai kontroversi, karena dinilai upaya menjegal para mantan pegawai KPK yang ingin kembali bergabung ke markas antikorupsi.

Sebagian dari 56 pegawai yang dipecat dengan dalih tidak memenuhi syarat asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) kini sudah beralih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) Polri. Mereka di antaranya Novel Baswedan, Yudi Purnomo Harahap, Praswad Nugroho, Rizka Anungnata, Girip Suprapdiono dkk.

Ketua IM 57+ Institute, Praswad Nugroho menyampaikan, klausul khusus dalam Perkom 1/2022 adalah metode yang sama dengan upaya Ketua KPK Firli Bahuri pada saat menyusun Perkom 1/2021 yang menjadi landasan diadakannya TWK. Sehingga menjadi alat penyingkiran 56 pegawai dengan cara sewenang-wenang dan melanggar HAM.

“Hal tersebut menunjukan ketakutan yang luar biasa terhadap integritas dan hasil kerja pegawai-pegawai yang diberhentikan melalui proses TWK,” kata Praswad dalam keterangannya, Sabtu (12/2).

Selain itu, pembuatan Perkom ini menambah panjang rentetan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pimpinan KPK, dengan proses yang disebut oleh Komnas HAM dalam temuan sebagai labelisasi sebagaimana kerap digunakan pada masa Orde Baru.

“Saya usul sebaiknya sekalian saja di buat Peraturan Komisi terkait Pelarangan 57 Pegawai untuk kembali ke KPK dengan cara apapun untuk selama-lamanya. Agar maksud dan tujuan penyusunan Perkom dapat lebih mudah di cerna oleh masyarakat luas, lebih jelas dan kongkret,” cetus Praswad.

KPK secara kelembagaan telah menjelaskan maksud dari Perkom 1/2022. Sekjen KPK Cahya Harefa menegaskan, aturan baru tersebut sebagai upaya menerapkan tata kelola kepegawaian yang mengacu pada pendekatan merit sistem sebagaimana berlaku dalam manajemen ASN. Karena itu, KPK menerbitkan Perkom 1/2022 yang telah diundangkan sejak 27 Januari 2022.

“Perkom ini bersifat umum dan patuh menginduk pada peraturan tentang ASN yang berlaku. Tidak ada maksud sama sekali untuk mencegah secara inkonstitusional pihak-pihak tertentu bergabung menjadi pegawai ASN KPK,” ujar Cahya, Jumat (11/2).

Cahya menjelaskan, Perkom 1/2022 sekaligus memperbarui peraturan-peraturan komisi sebelumnya yang sudah tidak relevan dengan beralihnya status pegawai KPK menjadi bagian dari ASN berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2019.

Menurut Cahya, penyusunan Perkom 1/2022 tersebut merujuk pada UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, serta PP Nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Mengingat KPK sebagai lembaga yang diberi mandat untuk melaksanakan tugas pemberantasan korupsi sebagai sebuah kejahatan yang kompleks, maka Perkom ini juga mengatur bahwa dalam hal KPK butuh penguatan fungsi dan organisasi dapat meminta dan menerima penugasan dari PNS dan Polri sesuai ketentuan perundangan yang berlaku,” ucap Cahya.

KPK juga dapat melakukan pengadaan pegawai setelah memperoleh ketetapan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dengan tetap mengacu pada standar kompetensi jabatan. Dia memastikan, syarat-syarat untuk dapat menjadi pegawai ASN KPK dalam Perkom tersebut tetap mengadopsi pada Pasal 23 PP Nomor 11 tahun 2017.

Meski demikian, terdapat penyesuaian pada Pasal 6 dan 11 Perkom 1 Tahun 2022, yakni dengan menambahkan frasa ‘pegawai komisi’, karena pegawai komisi sebelum ASN tidak termasuk dalam kategori TNI, Kepolisian, atau Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tercantum Pasal 23 PP Nomor 11 tahun 2017.

“Sehingga Perkom ini menjadi penting untuk menambahkan frasa ‘pegawai komisi’. Hal ini dilakukan, agar terdapat penyelarasan dan harmonisasi terhadap substansi ketentuan di dalam PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Hal ini juga mengingat peralihan status pegawai KPK menjadi ASN terjadi setelah PP tersebut diundangkan. Karena itu, maka pihak-pihak yang tidak memenuhi kriteria pada pasal dimaksud, tentu tidak bisa menjadi pegawai atau PNS KPK.

Oleh karena itu, KPK berharap, alumni KPK dapat terus berkiprah dalam berbagai upaya pemberantasan korupsi melalui tugas dan fungsinya masing-masing. Baik di kementerian, lembaga, ataupun organisasi sosial masyarakat lainnya.

“Kita dapat terus berkolaborasi dengan satu tujuan mulia yaitu mewujudkan Indonesia yang makmur bersih dari korupsi,” tegas Cahya menandaskan.