Putri Nglirip dendam. Kekasihnya direnggut paksa hingga dia harus menghabiskan hidup dalam kesendirian. Karena itu, ketika melihat pasangan yang berpacaran di sekitar air terjun tempatnya bertapa, sang putri akan memastikan hubungan mereka kandas hanya dalam hitungan hari.

Air Terjun Nglirip berada di Dusun Krajan, Desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan, Tuban. Jaraknya sekitar 20 kilometer dari pusat Kabupaten Tuban. Air terjun yang memiliki ketinggian 29 meter itu sangat indah. Terutama saat musim kemarau. Airnya berwarna hijau toska. Saat siang pasti ada pelangi. Sayang, Jawa Pos bertandang pada waktu yang tidak tepat. Yakni, setelah hujan lebat. Sehingga airnya terlihat kecokelatan.

Air Terjun Nglirip tak hanya eksotis, tetapi juga menyimpan misteri. Ada mitos yang dipercaya warga setempat. Siapa yang pacaran di sekitar lokasi niscaya hubungannya bakal kandas. Seperti yang dialami warga setempat, Shinta Fitri Muliya. Perempuan 23 tahun tersebut mengajak pacarnya ke Air Terjun Nglirip.

Belum sebulan pacaran, mereka putus. Padahal, tak ada problem serius. ’’Dua kali saya mengalami begini,’’ terangnya saat ditemui bulan lalu di Air Terjun Nglirip.

Cerita Putri Nglirip memiliki beberapa versi. Yang jelas, dia tidak ingin melihat pasangan yang bermesraan di sekitar air terjun. ’’Mitosnya, yang pacaran di sini sebelum 40 hari putus,’’ kata Ketua Pokdarwis (Kelompok Sadar wisata) Air Terjun Nglirip Multazam Dawud.

Multazam menceritakan, dulu ada seorang putri yang bersemedi di Air Terjun Nglirip. Tepatnya di dalam gua di samping air terjun. Dia dari kalangan terpandang. ’’Dia semedi karena sakit hati,’’ ucapnya.

Putri Nglirip adalah anak dari raja pada zamannya. Dia memiliki pasangan dari rakyat jelata. Namanya Jokolelono. Namun, orang tuanya menjodohkannya dengan pria dari kasta yang sederajat. Putri Nglirip pun menolak.

Melihat tersebut, pria yang dijodohkan dengan Putri Nglirip marah. Dia memerintah anak buahnya membunuh Jokolelono. Putri Nglirip pun kabur dari Kedaton. Dirinya menenangkan diri di gua dekat air terjun. Menurut Multazam, Putri Nglirip ini mukso sehingga jasadnya tidak ada.

Itu alasan Putri Nglirip marah dan sakit hati kalau ada yang pacaran. Apalagi yang bukan suami istri. Hubungan mereka bakal kandas kurang dari 40 hari dari kedatangannya.

Sebelum air terjun dibuka menjadi tempat wisata, warga sekitar kerap melihat Putri Nglirip. Saat menceritakan kisah tersebut, bulu kuduk Multazam mulai merinding. Dulu, ada putri yang sering mendatangi rumah warga. Tujuannya meminta arang yang masih membara. Arang tersebut dibawa dengan selendang. Anehnya, selendang dari kain itu tidak terbakar.

Bukan hanya itu, Putri Nglirip juga sering menampakkan diri di Pasar Mulyoagung. Dia membeli kunyit. Bahan itu dibuat untuk pewarna saat membatik. Warga merasa aneh karena perempuan tersebut mengenakan kebaya dan jarik seperti perempuan zaman dulu.

Kainnya bagus seperti pakaian bangsawan. Padahal, waktu itu sudah tidak ada perempuan yang pakai kebaya lagi. ’’Tapi, ini kejadian dulu, sekarang sudah tidak,’’ tutur Multazam.

Suara gamelan juga terdengar di hari tertentu. Sosoknya pun masih sering nampak. Meski di siang hari. Putri Nglirip keluar dengan mengenakan baju tradisional Jawa. Jarik yang mewah dan kebaya berwarna hijau. Karena itu, setiap malam Jumat Wage, Multazam dan beberapa orang rutin menggelar tahlilan di sana.

Tujuannya untuk berdoa meminta tolak bala. Sebab, dulu sering ada pengunjung yang meninggal karena tenggelam. ’’Kedalamannya 30 meter dan di bawah ada pusaran kuat,’’ terangnya.