JawaPos.com – Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Zulfikri Anas menjelaskan cara mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Pertama, guru harus mengenal siswanya terlebih dahulu.

Selanjutnya, guru perlu memetakan kompetensi siswa dalam bentuk portofolio. Pada hari pertama di tahun ajaran baru 2022/2023 nanti, sebaiknya guru tidak langsung menyampaikan materi tapi masuk dulu ke dunia anak untuk mengenal potensi dan pemahaman mereka.

Setelah guru mempunyai gambaran atau sebaran peta awal kemampuan anak, kemudian guru menyusun standar dari masing-masing kompetensi anak serta mulai mengkreasikan proses pembelajaran.

“Misalnya untuk perkalian, anak yang belum paham tentang perkalian bisa berkolaborasi dan beraktivitas dengan anak yang sudah bisa. Kadang anak lebih cepat paham jika belajar bersama temannya,” kata dia secara daring, Jumat (18/2).

Menurut Zulfikri, Kurikulum Merdeka sangat memungkinkan terciptanya iklim kolaborasi yang baik antar sesama siswa. “Anak-anak akan saling memahami, “Oh, saya lebih unggul di sini, kamu lebih unggul di situ. Mari kita saling berkolaborasi”,” jelasnya.

Terkait media pembelajaran, melalui Kurikulum Merdeka, peserta didik diberi kesempatan untuk bereksplorasi secara bijak dengan berbagai alat, termasuk media digital yang menunjang pembelajaran. Berbagai aplikasi digital yang berkembang sesuai tren, bisa dimanfatkan guru dan siswa untuk membuat konten pembelajaran yang menarik dan efektif.

“Di sini juga memungkin terciptanya kolaborasi tak hanya sesama guru atau sesame siswa saja namun juga antara guru dan siswa,” imbuhnya.

Dalam mendukung inovasi guru dalam pembelajaran, Kemendikbudristek juga telah menyediakan platform Merdeka Mengajar. “Tapi sebelum menerapkan, sekolah harus belajar dulu, memahami dulu, jangan tergesa-gesa memulainya hanya karena melihat orang lain yang sudah mulai lebih dulu,” tegas Zulfikri.

Ia mengimbau kepada satuan pendidikan untuk mempelajari bahan dan informasi di laman resmi Kemendikbudristek, maupun melalui saluran informasi di daerah baik dinas pendidikan, komunitas pengajar, guru, pengawas, dan organisasi/pegiat pendidikan.

“Pelatihan terbaik adalah tumbuh dari dalam diri sendiri. Jika selama ini kita tergantung pelatihan berantai, dari pusat, turun ke provinsi dan kabupaten/kota, akan mungkin terjadi distrorsi di mana ujungnya yang tersampaikan hanya teknis administrasi dan mekanistis saja,” pungkas dia.