JawaPos.com – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera bertindak terkait status penambangan batuan andesit di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah.

Menurut Mulyanto, Presiden Jokowi jangan membiarkan kasus ini berlarut-larut hingga menimbulkan dampak sosial yang lebih besar.  ’’Sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi Presiden perlu menentukan sikap. Jangan sampai masalah penambangan batuan andesit di Wadas ini merembet pada pembangunan Bendungan Bener yang merupakan proyek strategis nasional (PSN),” ujar Mulyanto kepada wartawan, Sabtu (19/2).

Mulyanto menilai tambang Wadas dan pembangunan Bendungan Bener adalah dua proyek berbeda. Lokasi kedua proyek itu terpisah sehingga pemerintah tidak bisa serta-merta menyebut kegiatan penambangan andesit di Desa Wadas merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener.

Karena itu, legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta agar pemerintah harus bijak menyikapi penolakan penambangan andesit oleh warga Wadas. Pemerintah jangan memaksakan kehendak sehingga terjadi bentrokan massa yang fatal.

’’Mulanya pemerintah hanya ingin membangun Bendungan Bener sebagai PSN. Namun kebetulan di Desa Wadas, yang jaraknya hanya 10–11 km dari lokasi PSN Bendungan Bener, ditemukan tampungan batu andesit dengan jumlah cukup besar yaitu sekitar 40 juta meter kubik. Padahal kebutuhan untuk Bendungan Bener hanya 8,5 juta meter kubik,” ungakpnya. “Melihat kondisi ini maka pemerintah serta-merta memasukan penambangan andesit di Wadas sebagai PSN,” tambahnya.

Mulyanto mendapatkan informasi, awalnya tambang batuan untuk Bendungan Bener ini akan diambil dari desa lain. Selisih jarak sekitar 5 km bila dibandingkan dengan jarak lokasi Desa Wadas. Bahkan sudah ada lima penambang yang memiliki izin usaha penambangan di kecamatan tersebut. Namun karena di Wadas terdapat kandungan andesit yang besar dan jaraknya lebih dekat, maka pemerintah langsung mengubah lokasi penyedia batuan andesit itu.

’’Dengan pertimbangan efisensi-ekonomis maka diputuskan untuk mengambil batuan andesit dari Desa Wadas dengan cara menetapkan IPL (izin penetapan lokasi) Desa Wadas menjadi satu-kesatuan dengan PSN Bendungan Bener dan berbagai langkah administratif lainnya,” tuturnya. Sayangnya proses analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan partisipasi masyarakat tidak dilaksanakan dengan baik, sehingga memunculkan penolakan masyarakat.

Karena itu, Mulyanto meminta pemerintah jangan sekedar memikirkan aspek efisiensi ekonomis untuk mendapatkan batuan andesit murah. Namun perlu juga mempertimbangkan aspek sosial kemasyarakat dan lingkungannya.

Mulyanto mengutip Pasal 33 UUD NRI 1945 bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (ayat 3).  Yang dilaksanakan dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional (Ayat 4).

’’Konstitusi kita sama sekali tidak mengamanatkan pembangunan yang sekedar mengejar kemajuan fisik dengan prinsip efisien ekonomis, apalagi dengan represi dan intimidasi kepada rakyat. Yang ada adalah prinsip efisiensi berkeadilan, bahkan prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” ungkapnya. (*)