SUDAH tiga tahun masa pemerintahan Provinsi Jawa Timur di bawah komando Gubernur Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak. Tanggung jawab dan kesempatan untuk memperbaiki kinerja birokrasi dan kualitas pelayanan publik tidak hanya makin besar, tetapi juga makin mendesak diimplementasikan.

Selama ini, harus diakui banyak kemajuan dan prestasi yang berhasil diraih Jatim. Sejak 2019, di bidang pembangunan ekonomi, realisasi investasi di Jatim tumbuh 14,2 persen (YoY). Berdasar data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi Jatim pada 2019 menyentuh Rp 58,5 triliun, setahun sebelumnya hanya Rp 51,2 triliun. Pada 2020, investasi Jatim terus tumbuh 33,8 persen (YoY) dan mencatatkan realisasi investasi Rp 78,3 triliun. Sedangkan pada 2021, capaian investasi Rp 79,5 triliun, tumbuh 1,5 persen (YoY).

Sementara itu, di bidang birokrasi dan pelayanan publik, tidak sedikit prestasi yang berhasil diraih. Pada 2021, Jatim memperoleh Penghargaan Penerapan Sistem Merit dengan predikat sangat baik. Assessment Centre BKD Jatim telah terakreditasi A. Jatim juga menjadi juara umum BKN Award 2021.

Pada 2021, Jatim mendapatkan penghargaan Innovative Government Award sebagai daerah terinovatif. Daftar penghargaan bagi Provinsi Jatim dapat terus diperpanjang.

Problema

Memasuki 2022 ini, salah satu agenda penting yang menjadi concern Jatim adalah bagaimana mempercepat reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi per definisi adalah salah satu upaya pemerintah untuk mencapai good governance dan melakukan pembaruan serta perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan. Terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia aparatur.

Untuk merealisasi reformasi birokrasi, terutama menyajikan pelayanan publik yang benar-benar efisien, responsif, dan akuntabel, harus diakui bukanlah hal yang mudah. Perbaikan kinerja birokrasi yang paralel dengan peningkatan kualitas pelayanan publik tidak hanya menuntut perubahan mulai tahap awal penyusunan program pembangunan dan kesediaan melakukan desentralisasi serta penyebaran (segregasi) otoritas hingga ke level bawah. Tetapi juga perubahan mentalitas kerja birokrasi yang semula serbasentralistis dan hierarkis berdasar garis komando ke pola-pola baru yang lebih memberi kesempatan serta kepercayaan bagi aparat birokrasi untuk melakukan berbagai langkah terobosan yang benar-benar inovatif.

Dari hasil focus group discussion (FGD) kerja sama FISIP Unair dengan BKD Provinsi Jatim pada 16 Februari 2022, tercatat paling tidak ada dua kendala yang dihadapi dalam proses reformasi birokrasi di Jatim.

Pertama, berkaitan dengan efek dari kebijakan perampingan struktur birokrasi yang mau tidak mau diikuti proses fungsionalisasi aparatur birokrasi yang bersedia mengubah mental menjadi pelayan masyarakat. Selama ini, tidak sedikit aparatur birokrasi di Jatim yang belum sepenuhnya move on dari pola kerja di masa lalu yang lebih berorientasi mengejar karier dan jabatan struktural daripada mengembangkan kompetensi fungsional.

Kedua, berkaitan dengan kompetensi aparatur birokrasi menghadapi perkembangan masyarakat digital. Selama ini, diakui atau tidak, cukup banyak aparatur birokrasi di Jatim yang masih gagap beradaptasi memasuki era transformasi digital. Bagi aparatur birokrasi dari kelompok net generation, mereka umumnya dapat beradaptasi di habitus baru. Baik menyangkut cara kerja maupun pranata sosial masyarakat dan dunia kerja di era Revolusi Industri 4.0. Tetapi, bagi aparatur yang termasuk generasi baby boomer, mereka umumnya masih dihinggapi rasa cemas menghadapi perubahan cara kerja yang banyak memanfaatkan teknologi informasi dan internet.

Tantangan ke Depan

Komitmen dari pimpinan daerah untuk segera memperbaiki dan meningkatkan pelayanan publik, sebagai sebuah good will, memang secara politis dapat diperlakukan sebagai modal awal yang potensial. Namun, menerjemahkan komitmen politis itu ke dalam bentuk perubahan yang nyata tentunya tidak instan. Sekadar dicangkokkan begitu saja semangat perubahan itu tanpa ada proses transformasi yang benar-benar mendalam hingga menyentuh ke akar masalah. Mereformasi birokrasi dan memperbaiki kualitas pelayanan publik juga butuh kesediaan dari berbagai pihak untuk dikurangi sebagian hak-hak dan otoritasnya.

Ke depan, secara garis besar ada tiga hal yang semestinya menjadi agenda prioritas Pemerintah Provinsi Jatim jika ingin memperbaiki kinerja birokrasi sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Pertama, menerapkan pola intensifikasi kinerja pelayanan publik. Berbeda dengan model ekstensifikasi yang lebih banyak menuntut dukungan sumber dana lebih besar dan menuntut penambahan infrastruktur, model intensifikasi prinsipnya adalah mengoptimalkan dan meningkatkan manfaat dari infrastruktur yang sudah ada untuk meningkatkan kuantitas maupun kualitas layanan.

Kedua, mengembangkan pendekatan optimalisasi fungsi birokrasi. Dalam arti, target perubahan kinerja birokrasi bukan sekadar meningkat satu–dua tingkat dari tahun sebelumnya. Tetapi, yang lebih penting bagaimana meningkatkan target perbaikan kinerja birokrasi sampai pada batas optimum yang dapat dicapai –sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Persoalannya kemudian, bagaimana mendayagunakan pegawai yang mengalami restrukturisasi itu agar tidak malah menjadi beban pembangunan. Tetapi justru menjadi potensi yang menjanjikan. Dalam hal ini, pilihan realistis yang prospektif dikembangkan tak pelak adalah optimalisasi fungsi birokrasi dengan cara mendorong pergeseran status pegawai dari tenaga struktural ke tenaga fungsional yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan publik.

Ketiga, selain dibutuhkan SPM (standar pelayanan minimal) sebagai acuan kerja aparat birokrasi dalam pelayanan publik, bagian yang tak kalah penting adalah kewajiban masing-masing dinas dan badan untuk segera merumuskan ”maskot program” pelayanan publik di instansinya sendiri-sendiri. Perumusan dan penentuan ”maskot program” itu penting.

Dengan memiliki ”maskot proram” yang jelas, diharapkan masing-masing dinas dan badan memiliki misi dan tujuan yang jelas tentang arah yang mereka tempuh ke depan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. (*)


*) BAGONG SUYANTO, Dekan FISIP Unair