JawaPos.com – Muktamar ke-31 Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Banda Aceh, memutuskan untuk mendepak mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto dari keanggotaannya.

Anggota PB IDI Pandu Riono menjelaskan pemecatan sementara Terawan Agus Putranto yang dilakukan pada 2018 silam itu terjadi sebelum ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Menkes. “Pemecatan sementara dr Terawan dilakukan tahun 2018 sebelum jadi Menkes,” ujar Pandu Riono yang dikutip lewat akun Twitter miliknya @drpriono1, Sabtu (26/3).

Menurut Pandu, pemecatan terhadap Terawan ini adalah murni karena adanya pelanggaran etika. Kala itu Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI meminta terawan untuk menyelesaikan masalah etik tersebut. Namun Terawan tidak punya niat untuk menyelesaikannya.

Sehingga menurut Pandu Riono, pemecatan terhadap Terawan dari keanggotaan IDI bukanlah isu politik. Melainkan murni pelanggaran etika yang diperbuatnya. “Jadi bukan isu politik, tapi masalah pelanggaran etika kedokteran tidak diselesaikan, tidak ada itikat baik untuk menyelesaikannya,” katanya.

Namun demikian, menurut Pandu waktu yang diberikan oleh MKEK IDI tidak dimanfaatkan dengan baik oleh Terawan untuk menyelesaikan masalah pelanggaran kode etik kedokteran tersebut. “Kemudian ada penundaan agar tidak ada perubahan. Tapi tak pernah terjadi sampai 2022,” ungkap Pandu.

Sementara Pandu dalam akun Twitter miliknya mengunggah hasil keputusan MKEK pada 2018 silam yang merekomendasikan pemecetan Terawan dari keanggotaan PB IDI.

Pertama, bahwa terlapor (Terawan Agus Putranto, Red) terbukti dengan sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran etik dengan bukti tidak kooperatif, dengan melakukan niatan penolakan untuk hadir di persidangan MKEK sebagai lembaga penegak etika kedokteran yang diagungkan kerenanya menghalangi sidang kemahkamahan etik adalah pelanggaran berat.

Kedua, bahwa terlapor terbukti tidak berprilaku layaknya seorang dokter yang paham Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedoteran Indonesia (KODEKI) serta tatatan organisasi (AD/ART IDI), sehingga prilakunya menimbulkan masalah dalam etika kedokteran.

Ketiga, menetapkan bobot pelanggaran etik kedokteran Dr TAP (Terawan Agus Putranto) adalah berat (seriuos ethical misconduct, pelanggaran etik serius) dan menetapkan sanksi berupa: pemecatan sementara sebagai anggota dari IDI selama 12 bulan dinilai tanggal 26 Februari 2018 sampai dengan 28 Februari  2019 dan diikuti pernyataan tertulis pencabutan rekomendasi izin praktinya.

Keempat, merekomendasikan sanksi pemecatan sementara sebagai anggota IDI atas nama terlapor, Dr Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K) kepada PB IDI untuk melaksanakan keputusan ini.

Kelima, meminta jajaran PB IDI, IDI Wilayah, IDI Cabang, serta Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI) sebagai organ bagian dari IDI untuk menindaklanjuti dan menjalankan keputusan ini dengan sebaik-baiknya.

Keenam, menetapkan rehabilitasi nama baik setelah menjalani sanksi pemecatan sementara sebagai anggota IDI sesudah yang bersangkutan (Terawan Agus Putranto) menjalani pembinaan.

Selain itu, redaksi JawaPos.com mendapatkan dokumen dari MKEK IDI tahun 2018. Dokumen tersebut terdiri dari 26 halaman, terkait pelanggaran etika seorang dokter yang dilakukan oleh Terawan Agus Putranto.

“Dugaan pelanggaran etik kedokteran yang dilakukan oleh Dr Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (Dr. TAP), sebagai terlapor pada saat menerapkan tindakan terapi/pengobatan terhadap stroke iskemik kronik yang dikenal sebagai Brain Washing (BW) atau Brain Spa (BS), melalui metode diagnostik Digital Substraction Angiography (DSA),” tulis dokumen halaman 18 tersebut.

Kemudian ada juga empat poin pelanggaran etik terpenting yang dilakukan oleh Terawan Agus Putranto:

Pertama, mengiklankan diri secara berlebihan dengan klaim tindakan untuk pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif).

Kedua, tidak kooperatif/mengindahkan undangan Divisi Pembinaan MKEK PB IDI, termasuk undangan menghadiri sidang Kemahkamahan.

Ketiga, dugaan menarik bayaran dalam jumlah besar pada tindakan yang belum ada Evidence Based Madicine (EBM)-nya.

Keempat, menjanjikan kesembuhan kepada pasien setelah menjalani tindakan Brain Washing (BW).

Selain itu, dalam dokumen pada halaman 26 MKEK IDI tersebut disebutkan empat poin bahwa Terawan Agus Putranto tidak patuh terhadap putusan IDI.

Pertama, tetap jadi ketua profesi sekalipun yang bersangkutan tahu kalau tidak boleh.

Kedua, mengubah nama perhimpunan tanpa melalui muktamar dan malah mendaftarkan ke notaris.

Ketiga, meminta atau mengimbau kepada para anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI) untuk tak mendindahkan atau mengikuti rapat dengan Ketum PB IDI ketika ada pertemuan dengan PB IDI.

Keempat, berupaya pindah ke Jakarta Barat padahal domisili dan kerja atau pratik di Jakarta Pusat, kemudian menghindari pemanggilan dan eksekusi. (*)