JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Pemerintah Provinsi Banten menggelar Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di Kantor Gubernur Banten. Rakor tersebut juga melibatkan Kementerian Dalam Negeri dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Mulai tahun 2022, KPK bernama Kemendagri, dan BPKP akan mengawasi upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Banten yang dilakukan dengan menggunakan sistem Monitoring Centre for Prevention (MCP).
Sistem MCP sebagai dashboard aplikasi berfungsi untuk melakukan monitoring, pendampingan, dan pengawasan atas implementasi delapan area perbaikan tata kelola pemerintah daerah. Ke delapan area intervensi tersebut meliputi Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Pengawasan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah dan Tata Kelola Keuangan Desa.
Ketua KPK Firli Bahuri memaparkan terkait korupsi yang menjerat berbagai kepala daerah. Bahkan ada satu kabupaten di Sumatera Selatan yang merupakan daerah terkaya di provinsi tersebut, namun angka kemiskinannya selalu di atas 20 persen karena anggarannya dikorupsi kepala daerah.
“Cerita ini untuk mengunggah kawan-kawan agar tidak kena korupsi. Kalau sudah korupsi itu sanksi sosialnya berat, anak istri cucu akan kena semua,” kata Firli dalam keterangannya, Jumat (25/2).
Ia menyebut, Indonesia saat ini tengah mengalami 4 persoalan kebangsaan, yaitu bencana alam dan pandemi Covid-19, terorisme dan radikalisme, serta narkotika. Tapi, korupsi lebih membahayakan karena merampas hak rakyat.
Firli mencontohkan, korupsi bisa membuat kualitas kesehatan, pendidikan, indeks pembangunan manusia, dan pengentasan kemiskinan tidak bisa berjalan. “Jadi korupsi itu kejahatan melawan kemanusiaan,” sebut Firli.
Menurut Firli, ada tujuh indikator pembangunan nasional yang juga berpotensi korupsi. Dia menyebut, tujuh indikator pembangunan nasional itu adalah angka kemiskinan, angka pengangguran, angka kematian ibu melahirkan, angka kematian bayi, indeks pembangunan manusia, angka pendapatan per kapita, dan angka gini ratio.
“Indikator pembangunan nasional itu bisa dicapai, bisa diselesaikan kalau tidak ada korupsi,” ucapnya.
Dia memastikan, Aplikasi MCP yang dibangun KPK dapat digunakan untuk mengukur capaian keberhasilan perbaikan tata kelola pemerintahan dengan optimal. Sehingga sistem ini bisa digunakan sebagai ukuran untuk membangun komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan pencegahan korupsi yang dilaporkan melalui MCP.
Firli juga memberikan apresiasi kepada Kemendagri dan BPKP atas kerja samanya dalam membangun orkestrasi pemberantasan korupsi. Karena KPK sadar tidak mungkin pemberantasan korupsi hanya dilakukan oleh satu lembaga saja.
“Orkestra pemberantasan korupsi itu penting karena KPK tidak bisa sendiri. Dalam orkestra, kita akan bermain di seluruh alat musik, yang seirama selaras sehingga menciptakan lagu, yaitu tujuan nasional untuk Indonesia bebas korupsi,” tegas Firli.
Sementara itu, Gubernur Banten Wahidin Halim menyampaikan, dirinya sebagai kepala daerah siap diarahkan dan dibina oleh KPK. Dia mengklaim, Banten sudah menerapkan MCP dengan 8 area strategis di tata kelola daerah dan hasilnya cukup menggembirakan.
“Sejak saya memimpin, berturut-turut dapat WTP. Capaian MCP Korsupgah juga naik terus setiap tahun. Dari 69 persen pada 2018, 82 persen pada 2019, 91 persen pada 2020, dan 93,25 persen pada 2021,” tutur Wahidin.
Namun, Wahidin mengakui jika capaian SPI Banten masih rendah, yaitu 60 persem. Ia akan mengupayakan agar SPI Banten meningkat. “MCP-nya bagus, tapi SPI-nya kurang. Jadi perasaan masyarakat, kita kurang bertanggung jawab sebagaimana mestinya,” pungkas Wahidin.