JawaPos.com – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menggelar Focus Group Discussion (FGD) Upaya Deteksi, Cegah, dan Berantas Pinjaman Online Ilegal yang dilaksanakan secara daring dan luring dari Pusdiklat Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorime di Depok, Jawa Barat, Senin (22/11). Hal ini sebagai langkah strategis PPATK dalam rangka menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo.
Deputi Pencegahan PPATK Muhammad Sigit mengatakan, perkembangan teknologi yang berkembang begitu pesat, menjadikan perekonomian Indonesia bergerak begitu dinamis dan menumbuh kembangkan berbagai inovasi keuangan. Salah satunya adalah financial technology (fintech).
Tak dipungkiri, fintech di Indonesia terus mengalami pertumbuhan dan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia. Seperti memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan, kemudahan dalam mendapatkan akses pendanaan guna menggerakkan dan meningkatkan usaha kecil masyarakat, mendukung inklusi keuangan masyarakat, dan mempercepat perputaran ekonomi.
Selain itu, Fintech juga membantu pelaku usaha untuk mendapatkan modal dengan bunga rendah melalui pinjaman online. Namun kini, banyaknya masyarakat yang terjerat pinjaman online dengan bunga tinggi. Bahkan mengalami intimidasi dari penyelenggara pinjaman online ilegal.
“Dalam berbagai kasus terkait pinjaman online ilegal ini, PPATK melihat terdapat penggunaan skema Ponzi dalam transaksi pinjaman online ilegal, dimana suatu penyelenggara pinjaman online ilegal tergabung dalam grup dengan penyelenggara pinjaman online illegal lain,’’ ucap Muhammad Sigit.
Dalam skema Ponzi, lanjut Sigit, saat seseorang terikat dengan satu penyelenggara pinjaman online ilegal dan mengalami kegagalan pembayaran utang maka orang tersebut akan berupaya meminjam dari penyelenggara pinjaman online ilegal lainnya, yang sebenarnya merupakan bagian dari grup yang sama.
“Oleh karenanya beban hutang dengan bunga tinggi yang ditanggung oleh orang tersebut menjadi semakin besar,’’ ujar Sigit.
Bahkan berdasarkan hasil penelusuran, PPATK menemukan adanya dugaan aliran dana hasil kejahatan yang berasal dari dan luar wilayah Indonesia digunakan sebagai modal dalam bisnis pinjaman online ilegal tersebut. Interkonektivitas diantara lembaga keuangan dalam negeri maupun internasional serta pesatnya aliran dana masuk dan keluar Negara Indonesia (illicit financial flows) yang berasal dari upaya mengaburkan, menyamarkan asal-usul uang dari tindak pidana asal. Seperti korupsi atau narkoba merupakan hal yang perlu diwaspadai sehingga tidak menciderai pertumbuhan ekonomi.
Menurutnya, berdasarkan data OJK sampai dengan 30 September 2021 sudah ada Rp. 262,93 triliun akumulasi pinjaman yang disalurkan kepada masyarakat dengan 71,06 juta rekening pengguna.
Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology Otoritas Jasa Keuangan Tris Yulianta menyampaikan setidaknya ada empat faktor pendorong utama banyaknya masyarakat terjebak pinjaman ilegal,
pertama, kebutuhan peminjam yang mendesak untuk menyambung hidup dan kebutuhan dasar lainnya. Kedua, kemudahan dalam berhutang dengan menggunakan aplikasi dengan persyaratan mudah dan pencairannya cepat.
Ketiga, mudah membuat aplikasi dan penawaran dan keempat, literasi keuangan dan literasi digital masih rendah. ‘’PPATK bersama LPP (Lembaga Pengawas dan Pengatur) berupaya meningkatkan risk awareness dan prudential standard sehingga Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) akan membantu khususnya Penyedia Jasa Keuangan bank dan non bank,” pungkas Sigit.